INPEDIA.ID : KONAWE – Bencana banjir yang melanda wilayah hilir Sungai Lalindu, tepatnya di Desa Padalere Utama dan ruas Jalan Trans Sulawesi yang melintasi Desa Sambandete, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara, kembali memantik sorotan publik.
Sejumlah warga menduga bahwa banjir tersebut tidak semata-mata disebabkan oleh curah hujan tinggi. Mereka mencurigai adanya pengaruh dari aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) di wilayah hulu, yakni di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe. Dugaan tersebut mendorong masyarakat untuk menuntut pemerintah melakukan evaluasi serius terhadap dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) perusahaan tersebut.
“Curah hujan memang tinggi, tapi kita tidak bisa menutup mata terhadap aktivitas di hulu. Harus dilihat apakah kegiatan seperti alih fungsi lahan dan pengelolaan air dilakukan sesuai standar lingkungan atau tidak,” ujar Sulaiman Alpamba, salah satu warga Konut, Minggu (06/04/2025).
Menurut warga, keberadaan dokumen Amdal maupun UKL/UPL tak seharusnya menjadi formalitas semata, melainkan menjadi pedoman yang mengikat perusahaan dalam menjalankan operasinya tanpa merusak lingkungan. Oleh karena itu, masyarakat mendesak dilakukan audit lingkungan secara komprehensif dan terbuka, mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Masyarakat juga berharap hasil audit tersebut diumumkan secara transparan kepada publik untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah dampak yang lebih besar di masa depan.
“Kalau kawasan hulu di Routa mengalami kerusakan hutan dan lingkungan, maka wilayah hilir seperti Sungai Lalindu pasti terdampak parah. Pemerintah tidak bisa tutup mata,” tegas Sulaiman.