INPEDIA.ID : JAKARTA – Dugaan praktik suap dan gratifikasi yang melibatkan oknum pejabat di Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) kembali mencuat ke publik. DPP Gerakan Masyarakat Peduli Hukum Sulawesi Tenggara (DPP Gempih Sultra) melaporkan dugaan tersebut ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pada Selasa, 18 Maret 2025.
Laporan ini merupakan tindak lanjut dari laporan sebelumnya yang telah dilayangkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) beberapa waktu lalu.
“Minggu lalu, kami telah melaporkan dugaan suap dan gratifikasi beberapa pejabat tinggi Polda Sultra di Kejagung. Kami juga telah mengadukan kembali hal ini ke Kadiv Propam Polri,” ungkap Presidium DPP Gempih Sultra, Hendra Yus Khalid.
Hendra Yus Khalid mengungkapkan bahwa sejumlah pejabat di Polda Sultra diduga menerima suap dari sebuah perusahaan pertambangan, PT Wijaya Inti Nusantara (WIN), yang beroperasi di Konawe Selatan (Konsel).
“Tindakan ini jelas menyalahgunakan jabatan dan institusi, serta bertentangan dengan norma-norma hukum, khususnya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang merugikan negara dan masyarakat Sultra,” tegasnya.

Menurutnya, praktik haram ini telah mencoreng citra institusi kepolisian dan melanggar Undang-Undang Kepolisian serta peraturan internal kepolisian.
Berdasarkan data yang diperoleh DPP Gempih Sultra, dugaan praktik suap ini telah berlangsung sejak tahun 2020 hingga 2023.
“Diduga, oknum-oknum tersebut menerima sejumlah uang secara rutin setiap bulan, dengan nominal yang bervariasi tergantung jabatan. Mulai dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sultra, Kapolres Konawe Selatan, Kapolsek, hingga pejabat tinggi lainnya, yang datanya telah kami lampirkan sebagai bukti,” beber Hendra Yus Khalid.
DPP Gempih Sultra tidak hanya menyoroti oknum penerima suap, tetapi juga menuntut pertanggungjawaban Kapolda Sultra.
“Kami tidak hanya menunggu hasil dari Kejagung dan Kadiv Propam Polri terkait anggota polisi yang diduga terlibat, tetapi kami juga meminta Kapolda Sultra untuk bertanggung jawab,” tegasnya.
Hendra Yus Khalid menilai, sebagai pimpinan, Kapolda Sultra seharusnya mengetahui dan mengawasi aktivitas anggotanya.
“Mustahil jika Kapolda tidak mengetahui hal ini, apalagi semua data perusahaan di Sulawesi Tenggara, termasuk kegiatan anggotanya, ada di bawah kendalinya,” ujarnya.
Oleh karena itu, selain menunggu hasil pemeriksaan Propam Polri, DPP Gempih Sultra juga mendesak agar Kapolda Sultra diperiksa.
Di”Kami meminta Kadiv Propam Polri untuk memeriksa Kapolda Sultra,” tegas Hendra Yus Khalid.
DPP Gempih Sultra juga mendesak Kadiv Propam Polri untuk segera memeriksa anggota polisi yang diduga tidak profesional, mengabaikan tugas dan wewenangnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 1-3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Sebagai pembina dan penegak internal, Propam Polri harus tegas. Buktikan bahwa kekuatan penuh ada pada divisi Propam. Jika terbukti melanggar kode etik, harus diberikan sanksi tegas,” papar Hendra Yus Khalid.
Ia menambahkan, “Sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian RI dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,” pungkasnya.
Berdasarkan data yang dimiliki Media ini, PT WIN diduga telah memberikan “upeti” atau “royalti” kepada sejumlah oknum polisi, yang nama dan jabatannya tercantum dalam daftar rekapitulasi tersebut.
Hingga berita ini diterbitkan, awak media ini masih berupaya melakukan konfirmasi ke pihak PT WIN dan pihak terkait lainnya.