INPEDIA.ID : KOLAKA – Puluhan warga Desa Tambea, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, menggelar unjuk rasa di depan kantor PT Rimau pada Senin (10/2/2015). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap dugaan penyerobotan lahan milik warga oleh perusahaan tersebut.
PT Rimau, yang merupakan mitra kerja dari PT Indonesia Pomalaa Industry Park (PT IPIP), diduga telah mengambil alih lahan warga di area KM 4 dan KM 5 HPAL Dusun Lamboato tanpa pemberitahuan atau ganti rugi yang layak.
Abdul Rahman, koordinator lapangan aksi, menyatakan bahwa lahan tersebut telah dikelola oleh masyarakat sejak tahun 1982. Surat Keterangan Tanah (SKT) untuk lahan tersebut bahkan telah diterbitkan pada tahun 1984, saat Raba menjabat sebagai Kepala Desa Sopura.
“Ada sekitar 176 SKT di wilayah ini yang sudah dimiliki oleh warga Tambea dan warga Kelurahan Dawi-dawi. Namun, PT Rimau dan PT IPIP justru mengerjakan lahan tersebut tanpa izin atau pemberitahuan kepada pemiliknya,” tegas Rahman.
“Kami sangat kecewa karena PT Rimau tidak melakukan ganti rugi yang layak kepada warga. Mereka lebih mementingkan perusahaan asing daripada kesejahteraan penduduk lokal,” cetus Orator aksi.
Ia menambahkan, masyarakat sebenarnya menyambut baik kehadiran perusahaan di Kabupaten Kolaka, karena diharapkan dapat membawa dampak positif bagi perekonomian setempat. Namun, kenyataannya justru menimbulkan masalah baru, terutama terkait sengketa lahan.
“Kami berharap pemerintah desa lebih memperhatikan kepentingan masyarakat lokal, bukan justru berpihak kepada perusahaan,” tambah Rahman.
Menanggapi aksi protes warga, perwakilan eksternal PT Rimau, Sultan, menyatakan bahwa PT IPIP tidak akan melakukan pekerjaan di kawasan industri sebelum proses pembebasan lahan selesai.
“Kami telah berkoordinasi dengan Kepala Desa Sopura terkait pembebasan lahan. Bahkan, uang pembebasan lahan sudah diserahkan kepada kepala desa untuk disalurkan kepada warga yang memiliki SKT,” jelas Sultan.
Namun, warga menilai proses tersebut tidak transparan dan tidak melibatkan pemilik lahan secara langsung. Mereka menuntut perusahaan untuk segera menyelesaikan masalah ini dengan memberikan ganti rugi yang adil dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.